Kisah Nyata! Orangtua Sibuk Bekerja, Anak Merasa Hidupnya Hampa

Para orangtua yang bekerja dan mengabaikan hak anak berdalih bahwa apa
yang diperoleh untuk mencukupi kebutuhan anak. Betul memang, tapi anak juga
punyak hak lainnya yaitu kebahagiaan untuk bermain bersama, belajar bersama,
dan pergi piknik bersama. Sayangnya banyak orangtua yang di luar rumah sudah
banyak berurusan dengan pekerjaannya, saat di rumah merasa sudah capek dan tidak
ada waktu untuk membersamai anak.
Lalu, jika orangtua harus bekerja di luar kota dan
bisa bertemu dengan anak-anaknya hanya seminggu sekali, sebulan sekali, 6 bulan
sekali, bahkan 1 tahun sekali, apa yang harus dilakukan orangtua agar hak
kebahagiaan anak tetap tercukupi? Orangtua perlu menjaga komunikasi dengan
anak. Saat ini, dimana zaman teknologi berkembang begitu cepat bukan hal yang
sulit untuk selalu berkomunikasi dengan anak. Hal yang paling penting lainnya
yaitu orangtua harus senantiasa mendo’akan kebaikan anak di setiap sujudnya.
Dengan seperti ini, maka bukan hal yang mustahil kedekatan emosional anatara
seorang anak dengan orangtua akan terjalin dengan baik meskipun dipisahkan oleh
jarak.
Suatu ketika, saat saya sedang mengajar kelas 6
sekolah dasar, terlihat seorang anak perempuan yang murung dan sedih. Tanpa
melewatkan kesempatan ini, saat istirahat tiba saya hampiri anak tersebut. Saya
ingin mengorek lebih jauh perihal apa yang sudah menjadikan anak tersebut
begitu murung. Saya membuka pertanyaan “bapak boleh tahu kenapa kamu terlihat
sedih nak?” belum juga menjawab pertanyaan yang saya ajukan, anak itu terlihat
berkaca-kaca. Untuk menjaga privasi anak tersebut dan agar bisa bercerita
bebas, saya meminta teman-temannya untuk pergi dan membiarkan kami ngobrol
berdua.
Anak perempuan itu bercerita bahwa dia merasa
hidupnya hampa dan sedih. Bukan karena kekurangan uang jajan, bukan juga karena
keinginana-keinginannya untuk membeli sesuatu tidak terpenuhi. Ia terlahir dari
orangtua yang berkecukupan. Kedua orangtuanya merupakan dokter sekaligus memiliki
apotek. Ia mengutarakan bahwa hari-harinya banyak dialalui bersama pembantu
yang ada di rumahnya. Bermain dan belajar banyak dengan pembantunya. Sementara,
orangtuanya sibuk bekerja dan ketika sampai rumah sudah tidak banyak
membersamai anak tersebut.
Mendengar cerita tersebut saya jadi merenung dan
membayangkan betapa ruginya saat orangtua sudah mati-matian mencari penghidupan
yang layak, tapi ternyata tidak menjadikan anak-anaknya semakin bahagia. Untuk
menggerakkan roda kehidupan berumahtangga memang memerlukan harta benda, akan
tetapi perlu untuk selalu diingat bahwa harat benda bukan segala-galanya. Anak
merupakan harta dalam keluarga yang begitu mulia dan besar manfaatnya. Begitu
besarnya karunia anak, banyak pasangan yang belum dikarunia anak rela
mengeluarkan biaya banyak untuk berobat dan berkonsultasi ke ahli demi
mendapatkan buah hati. Tidakkah kita bisa mengambil pelajaran dari fenomena
ini?
Barangkali saat kita punya anak tidak perlu bersusah-susah dan menunggu lama.
Tapi bukan berarti hal ini menjadi alasan untuk tidak menjaga amanah anak yang
sudah dititipkan Allah pada kita. Hasrusnya kita semakin bersyukur karena bisa
memiliki anak tanpa bersusah-susah dan
mengeluarkan biaya banyak. Salah satu bentuk syukurnya yaitu dengan
berusaha memenuhi hak anak dan tidak melukai hatinya.
Jika anak sudah terluka, merasa hidupnya hampa, dan
tidak membutuhkan kehadiran kita sebagai orangtua, apakah kita tidak merasa
bersedih? Untuk apa harta yang selama ini kita kumpulkan tetapi hidup anak
menjadi berantakan? Dalam hal ini keseimbangan hidup memang perlu selalu
ditanamkan. Kesibukan dalam
memperoleh penghasilan dan kehdupan yang layak tidak boleh mengesampingkan
pentingnya membersamai anak. Membersamai dalam arti hadir secara fisik dan
jiwa.
Kalau anak sudah terlanjur terluka, mari kita segera
perbanyak taubat dan memohon kepada Allah agar mengembalikan kecintaan anak pada orangtuanya. Orangtua juga
harus senantiasa bersabar dan berusaha mendekati anak secara perlahan agar
kembali mendapatkan kepercayaan dari anak. Bukan hal yang mudah memang, tapi
jika dilakukan secara telaten maka Allah akan membukakan pintu maaf pada anak
dan kembali mengangap bahwa orangtuanya adalah makhluk yang sangat berharga dan
perlu dimuliakan. orangtua sibuk bekerja bukan lagi sebuah alasan untuk tidak dekat dengan anak.
Posting Komentar untuk "Kisah Nyata! Orangtua Sibuk Bekerja, Anak Merasa Hidupnya Hampa"